MEMAHAMI dan menghayati makna hakiki cinta bukanlah persoalan gampang. Ia perlu refleksi dan aksi yang tulus keluar dari dalam jiwa. Praktik hidup yang dipenuhi cinta yang murni tak mudah dilakukan. Penyebabnya antara lain ketidaktahuan dan ketidakmampuan memaknai hakikat cinta secara benar.
Cinta sesungguhnya merupakan kebutuhan eksistensial umat manusia. Cinta memang begitu indah. Setiap orang tak kuasa menolak kehadirannya. Cinta merupakan bagian esensi dari hidup manusia, sehingga tanpa kehadiran cinta dalam diri seseorang, ia bukanlah manusia. Dalam kerangka inilah, sejumlah filsuf (diantaranya Teilhard de Chardin, Solovjev, Ortega Y Gesset, Shakespeare) membuat tulisan-tulisan tentang cinta. Harapannya, kita semakin diperdalam dan dicerahkan tentang makna hakikat cinta yang sesungguhnya itu.
Pemahaman dan penghayatan yang benar tentang cinta mutlak diperlukan. Ketidaktahuan dan ketidakmampuan memahami dan memaknai hakikat cinta secara benar akan mengakibatkan terjadinya proses pemiskinan, pendangkalan, dan manipulasi cinta. Praktik-praktik “free love” yang marak belakangan ini, sama sekali tidak ada cinta di dalamnya, kecuali pemuasan dan penguasaan. Atas nama cinta (katanya), banyak orang dengan mudahnya menjalin cinta dengan lawan jenis untuk merajut hidup bersama. Namun tragisnya dengan alasan yang tidak jelas, begitu gampangnya mereka memutuskan hubungan cintanya. Maka, jangan heran kalau belakangan ini banyak kasus ‘MBA’ (Married By Accident), aborsi, perceraian, dan KDRT (kekerasan dalam rumah tangga).
Lalu apa substansi cinta? Dalam konteks peringatan dan perayaan Valentine’s Day, bagaimana kita memaknainya? Apa yang mesti kita lakukan agar cinta kita hidup dan terus bertumbuh di tengah keluarga dan masyarakat kita? Mengkristalisasikan sejumlah pandangan filsuf tentang cinta itu, cinta merupakan unsur hakiki dalam diri manusia yang sangat potensial, yang mampu memperkaya, mengembangkan dan mengutuhkan manusia. Cinta merupakan sarana-jembatan untuk mengantar orang mencapai kepenuhan diri, kematangan psikologis, dan kedewasaan diri.
Cinta merupakan energi yang menggerakkan jiwa manusia yang bertalian dengan keaktifan dan terpancar sebagai sikap hidup, sekaligus untuk memanusiakan manusia. Inilah pentingnya cinta bagi manusia. Tanpa memiliki perasaan cinta, hidup akan terasa hambar, kering tanpa makna. Dan dalam jiwa yang tandus, disanalah kematian psikologis menanti. Dari uraian di atas, jelas sekali bahwa tidak ada ajang hura-hura, bersenang-senang semata, apalagi sarana penguasaan dan pemuasan diri.
Gita cinta Valentine terus bergema hingga hari ini. Ada banyak cara dan ekspresi yang digunakan orang untuk membuat cintanya menjadi lebih hidup sebagai wujud syukurnya atas anugerah cinta yang diterimanya dari Sang Maha Cinta. Hari ini, 14 Pebruari, ribuan bahkan jutaan manusia di seluruh dunia (terutama muda-mudinya, termasuk di Indonesia) memperingati dan merayakan Hari Valentine. Merupakan momentum strategis untuk berefleksi (bersyukur) dan berbagi kasih dengan sesama agar cinta (kasih sayang) kita sungguh hidup dan nyata bagi sesama (orang-orang di sekitar kita)?
Agar perayaan Hari Valentine yang kita laksanakan itu sungguh bermakna (untuk hidup kita dan sesama), sebagai umat beriman kita memang selayaknya bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa. Dalam konteks umat Kristiani, kita bersyukur sebab Allah yang kita kenal dan sembah dalam Yesus Kristus adalah KASIH (1 Yohanes 4:16b). Kasih karunia Allah tidak terbatas. IA mengasihi kita yang sungguh-sungguh mendambakan Kasih-Nya. Allah tidak pernah berhenti untuk mengasihi kita. Pertanyaan reflektif-substansial yang jawabannya menjadi pergumulan kita masing-masing; bagaimanakah kita dapat memiliki Kasih Karunia Allah yang begitu besar dan maha luas itu dalam kehidupan kita? Bagaimana kita dapat meneruskan Kasih Karunia Allah itu kepada orang lain di sekitar kita?
Syarat utama untuk dapat memiliki Kasih-Nya, kita harus menerima Dia dalam hidup kita dan senantiasa rindu untuk menjalani kehidupan seperti yang dikehendaki-Nya, yaitu hidup penuh kasih dengan sesama. Jika kita mengisi kehidupan kita dengan Kasih-Nya secara terus-menerus, maka kehidupan kita pun akan melimpah dengan Kasih-Nya. Jika kehidupan kita melimpah akan Kasih Karunia Allah, maka kasih yang sama akan membanjiri orang-orang yang ada di sekitar kita lewat kehidupan dan tindakan nyata yang kita lakukan.
Melalui moment perayaan Hari Valentine ini, kita harus sungguh-sungguh menghadirkan Kasih Karunia Allah itu di dalam hidup dan di tengah-tengah masyarakat kita di mana pun kita berada. Kita mesti menjadi garam dan terang dunia. Kita harus membuat cinta, kasih, dan perasaan sayang kita sungguh-sungguh hidup dengan mencintai, mengasihi, dan menyayangi sesama secara tulus/iklas. Lewat perayaan Hari Valentine ini, kita harus peduli terhadap sesama. Berbagi kasih untuk membantu sesama, lebih-lebih bagi yang menderita. Kebenaran besar mesti kita perjuangkan. Relasi dengan sesama mesti kita lakukan dan tingkatkan. Di mana pun, dan dengan siapa pun, kita mesti berbagi kasih agar panggilan Tuhan kepada kita untuk mengasihi sesama dapat kita tunaikan dengan baik.
Di tengah getirnya hidup masyarakat miskin akibat dampak rupa-rupa krisis dan sulitnya memenuhi kebutuhan hidup saat ini, berbagi kasih sekecil apapun dengan mereka merupakan tindakan mulia. Dengan demikian makna Kasih Sayang itu sungguh hidup dan nyata. Makna perayaan Hari Valentine (Kasih Sayang) itu sungguh berarti bagi sesama. Semoga kita semakin mampu memahami, menghayati, memaknai, dan menempatkan hakikat cinta yang sesungguhnya itu sebagai kebutuhan manusia yang paling hakiki dalam keluarga kita masing-masing, di masyarakat, dalam pekerjaan kita, dan dalam setiap gerak langkah menuju kepenuhan hidup kita. **
Read more...